AD/ART NU
ANGGARAN DASAR NAHDLATUL ULAMA 2010
MUQADDIMAH
Bahwa agama Islam merupakan rahmatan lil ‘alamin
(rahmat bagi semesta alam) dengan ajaran yang mendorong terwujudnya
kemaslahatan dan kesejahteraan hidup bagi segenap umat manusia di dunia dan
akhirat.
Bahwa para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Indonesia terpanggil
untuk melanjutkan dakwah Islamiyah dan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar
dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam suatu wadah organisasi yang
bernama NAHDLATUL ULAMA, yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam menurut
faham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Bahwa kemaslahatan dan kesejahteraan warga NAHDLATUL ULAMA menuju
Khaira Ummah adalah bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Maka dengan rahmat Allah Subahanahu wa Ta’ala, dalam
perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh
masyarakat Indonesia, Perkumpulan/Jam’iyah NAHDLATUL ULAMA beraqidah/berasas
Islam menganut faham Ahlusunnah wal Jama’ah dalam bidang aqidah mengikuti madzhab
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi; dalam bidang
fiqh mengikuti salah satu dari Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hanbali); dan dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Bagdadi
dan Abu Hamid al-Ghazali.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, NAHDLATUL ULAMA berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila bagi umat Islam
adalah keyakinan tauhid bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bahwa cita-cita bangsa Indonesia dapat diwujudkan secara utuh
apabila seluruh potensi nasional diberdayakan dan difungsikan secara baik, dan
NAHDLATUL ULAMA berkeyakinan bahwa keterlibatannya secara penuh dalam proses
perjuangan dan pembangunan nasional merupakan suatu keharusan.
Bahwa untuk mewujudkan hubungan antar bangsa yang adil, damai dan
manusiawi menuntut saling pengertian dan saling memerlukan, maka NAHDLATUL
ULAMA bertekad untuk mengembangkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah
Wathoniyah dan ukhuwah Insaniyah yang mengemban kepentingan nasional
dan internasional dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip al-ikhlash
(ketulusan), al-‘adalah (keadilan), at-tawassuth (moderasi),
at-tawazun (keseimbangan) dan at-tasamuh (toleransi).
Bahwa Perkumpulan/Jam’iyyah Nahdlatul Ulama tetap menjunjung
tinggi semangat yang melatarbelakangi berdirinya dan prinsip-prinsip yang ada
dalam Qanun Asasi.
Menyadari hal-hal di atas, Perkumpulan/Jam’iyah sebagai suatu
organisasi maka disusunlah Anggaran Dasar NAHDLATUL ULAMA sebagai
berikut:
BAB I
NAMA, KEDUDUKAN DAN STATUS
Pasal 1
Perkumpulan/Jam’iyah ini bernama Nahdlatul
Ulama disingkat NU.
Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada
tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M untuk waktu
yang tak terbatas.
Pasal 2
Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta,
Ibukota Negara Republik Indonesia yang merupakan tempat kedudukan Pengurus
Besarnya.
Pasal 3
Nahdlatul Ulama sebagai Badan Hukum
Perkumpulan bergerak dalam bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial.
Nahdlatul Ulama memiliki hak-hak secara hukum
sebagai Badan Hukum Perkumpulan termasuk di dalamnya hak atas tanah dan
aset-aset lainnya.
BAB
II
PEDOMAN,
AQIDAH DAN ASAS
Pasal 4
Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Al-Qur’an,
As-Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas.
Pasal 5
Nahdlatul Ulama beraqidah Islam menurut faham
Ahlusunnah wal Jama’ah dalam bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abu
Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti
salah satu dari Madzhab Empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali); dan dalam
bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid
al-Ghazali.
Pasal 6
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Nahdlatul Ulama berasas kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB III
LAMBANG
Pasal 7
Lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar bola
dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima)
bintang terletak melingkari di atas garis khatulistiwa yang terbesar di
antaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak
melingkar di bawah garis khatulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam
huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri, semua
terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau.
BAB IV
TUJUAN
DAN USAHA
Pasal 8
Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan/jam’iyyah
diniyyah islamiyyah ijtima’iyyah (organisasi sosial keagamaan Islam) untuk
menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan
martabat manusia.
Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya
ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jama’ah untuk terwujudnya tatanan
masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi
terciptanya rahmat bagi semesta.
Pasal 9
Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana Pasal 8
di atas, maka Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
Di bidang agama, mengupayakan terlaksananya
ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jama’ah.
Di bidang pendidikan, pengajaran dan
kebudayaan mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran
serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina
umat agar menjadi muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan
terampil, serta berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Di bidang sosial, mengupayakan dan mendorong
pemberdayaan di bidang kesehatan, kemaslahatan dan ketahanan keluarga, dan
pendampingan masyarakat yang terpinggirkan (mustadl’afin).
Di bidang ekonomi, mengupayakan peningkatan
pendapatan masyarakat dan lapangan kerja/usaha untuk kemakmuran yang merata.
Mengembangkan usaha-usaha lain melalui
kerjasama dengan pihak dalam maupun luar negeri yang bermanfaat bagi masyarakat
banyak guna terwujudnya Khaira Ummah.
BAB V
KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 10
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari
anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan.
Ketentuan untuk menjadi anggota dan
pemberhentian keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 11
Ketentuan mengenai hak dan kewajiban anggota
serta lain-lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VI
STRUKTUR
DAN PERANGKAT ORGANISASI
Pasal
12
Struktur Organisasi Nahdlatul Ulama terdiri
dari :
Pengurus Besar.
Pengurus Wilayah.
Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa.
Pengurus Majelis Wakil Cabang.
Pengurus Ranting.
Pengurus Anak Ranting.
Pasal 13
Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud
Pasal 8 dan 9, Nahdlatul UIama membentuk perangkat organisasi yang meliputi:
Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom yang merupakan bagian tak terpisahkan dari
kesatuan organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama.
BAB VII
KEPENGURUSAN
DAN MASA KHIDMAT
Pasal 14
Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri dari
Mustasyar, Syuriyah dan Tanfidziyah.
Mustasyar adalah penasehat yang terdapat di
Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang/ Pengurus Cabang Istimewa,
dan pengurus Majelis Wakil Cabang.
Syuriyah adalah pimpinan tertinggi Nahdlatul
Ulama.
Tanfidziyah adalah pelaksana.
Ketentuan mengenai susunan
dan komposisi kepengurusan diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Pasal 15
Pengurus Besar Nadhlatul Ulama terdiri dari :
Mustasyar Pengurus Besar.
Pengurus Besar Harian Syuriyah.
Pengurus Besar Lengkap Syuriyah.
Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah.
Pengurus Besar Pleno.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Wilayah.
b. Pengurus Wilayah Harian Syuriyah.
c. Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Wilayah Pleno.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri dari :
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Harian Syuriyah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah.
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a. Mustasyar Pengurus Cabang.
b. Pengurus Cabang Harian Syuriah.
c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriah.
d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah.
e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah.
f. Pengurus Cabang Pleno.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri
atas:
Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Syuriyah.
Pengurus Majelis Wakil Cabang
Harian Tanfidziyah.
Pengurus Majelis Wakil Cabang
Lengkap Tanfidziyah.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno.
Pengurus Ranting Nadhlatul Ulama terdiri atas:
Pengurus Ranting Harian
Syuriyah.
Pengurus Ranting Lengkap
Syuriyah.
Pengurus Ranting Harian
Tanfidziyah.
Pengurus Ranting Lengkap
Tanfidziyah.
Pengurus Ranting Pleno.
Pengurus Anak Ranting
Nahdlatul Ulama terdiri dari:
Pengurus Anak Ranting Harian
Syuriyah.
Pengurus Anak Ranting Lengkap
Syuriyah.
Pengurus Anak Ranting Harian
Tanfidziyah.
Pengurus Anak Ranting Lengkap
Tanfidziyah.
Pengurus Anak Ranting Pleno.
Ketentuan mengenai susunan dan
komposisi pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 16
Masa Khidmat Kepengurusan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 14 adalah lima tahun dalam satu periode di semua tingkatan,
kecuali Pengurus Cabang Istimewa selama 2 (dua) tahun.
Masa jabatan pengurus
Lembaga dan Lajnah disesuaikan dengan masa
jabatan Pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat masing-masing.
Masa Khidmat Ketua Umum Pengurus Badan
Otonom adalah 2 (dua) periode, kecuali Ketua Umum Pengurus Badan Otonom yang
berbasis usia adalah 1 (satu) periode.
BAB VIII
TUGAS DAN
WEWENANG
Pasal 17
Mustasyar bertugas dan berwenang memberikan
nasehat kepada Pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya baik diminta
ataupun tidak.
Pasal 18
Syuriyah bertugas dan berwenang membina dan
mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya.
Pasal 19
Tanfidziyah mempunyai tugas dan wewenang
menjalankan pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya.
Pasal 20
Ketentuan tentang rincian wewenang dan tugas
sesuai pasal 17, 18 dan 19 diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 21
Permusyawaratan adalah suatu pertemuan yang
dapat membuat keputusan dan ketetapan organisasi yang diikuti oleh
struktur organisasi di bawahnya.
Permusyawaratan di lingkungan Nahdlatul Ulama
meliputi Permusyawaratan Tingkat Nasional dan Permusyawaratan Tingkat Daerah.
Pasal
22
Permusyawaratan tingkat nasional yang
dimaksud pada pasal 21 terdiri dari:
1. Muktamar
2. Muktamar Luar Biasa
3. Musyawarah Nasional Alim Ulama
4. Konferensi Besar
Pasal 23
Permusyawaratan tingkat daerah yang dimaksud
pada pasal 21 terdiri:
a. Konferensi Wilayah
b. Musyawarah Kerja Wilayah
c. Konferensi
Cabang/Konferensi Cabang Instimewa
d. Musyawarah Kerja
Cabang/Musyawarah Kerja Cabang Istimewa
e. Konferensi Majelis Wakil
Cabang
f. Musyawarah Majelis Wakil
Cabang
g. Musyawarah Ranting
h. Musyawarah Anak Ranting
Pasal 24
Permusyaratan di lingkungan Badan Otonom
Nahdlatul Ulama meliputi permusyawaratan Tingkat Nasional dan Tingkat Daerah.
Permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 (satu) pasal ini terdiri dari:
- Kongres
- Rapat kerja
Permusyawaratan Badan Otonom merujuk kepada
dan tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga,
Peraturan-Peraturan Organisasi Nahdlatul Ulama dan Peraturan-Peraturan Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama.
Badan Otonom Harus meratifikasi hasil
permusyawaratan Nahdlatul Ulama.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai
permusyawaratan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB X
RAPAT-RAPAT
Pasal 26
Rapat adalah suatu pertemuan yang dapat
membuat keputusan dan ketetapan organisasi yang dilakukan di
masing-masing tingkat kepengurusan.
Pasal 27
Rapat-rapat di lingkungan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
- Rapat Pleno.
- Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
- Rapat Harian Syuriyah.
- Rapat Harian Tanfidziyah.
- Rapat-rapat lain yang dianggap perlu.
Pasal
28
Ketentuan lebih lanjut tentang rapat-rapat
sebagaimana tersebut pada pasal 27 akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XI
KEUANGAN
DAN KEKAYAAN
Pasal 29
Keuangan Nahdlatul Ulama digali dari
sumber-sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama, umat Islam, maupun
sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat.
Sumber dana Nahdlatul Ulama diperoleh dari:
- Uang pangkal.
- Uang I’anah Syahriyah
- Sumbangan
- Usaha-usaha lain yang halal.
Ketentuan penerimaan dan pemanfaatan keuangan
yang termaktub dalam ayat 1 (satu) dan ayat 2 (dua) pasal ini diatur lebih
lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 30
Kekayaan organisasi adalah inventaris dan
aset Organisasi yang berupa harta benda bergerak dan atau harta benda tidak
bergerak yang dimiliki/dikuasai oleh Organisasi/Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
BAB XII
PERUBAHAN
Pasal 31
Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah oleh
Keputusan Muktamar yang sah yang dihadiri sedikitnya dua pertiga dari jumlah
pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa yang sah dan
sedikitnya disetujui oleh dua pertiga dari jumlah suara yang sah.
Dalam hal Muktamar yang dimaksud ayat 1(satu)
Pasal ini tidak dapat diadakan karena tidak tercapai quorum, maka ditunda
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan dan selanjutnya dengan memenuhi syarat dan
ketentuan yang sama Muktamar dapat dimulai dan dapat mengambil keputusan yang
sah.
BAB XII
PEMBUBARAN
ORGANISASI
Pasal 32
Pembubaran Perkumpulan/Jam’iyah Nahdlatul
Ulama sebagai suatu organisasi hanya dapat dilakukan apabila mendapat
persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di semua tingkatan.
Apabila Nahdlatul Ulama dibubarkan, maka
segala kekayaannya diserahkan kepada organisasi atau badan amal yang sefaham
dengan persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di semua tingkatan.
BAB
XIII
PENUTUP
Pasal 33
Muqaddimah Qanun Asasy oleh Rais Akbar Hadratus
Syaikh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy’ari dan Naskah Khittah Nahdlatul Ulama
merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar ini.
ANGGARAN
RUMAH TANGGA
NAHDLATUL
ULAMA 2010
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari:
Anggota biasa adalah setiap warga negara
Indonesia yang beragama Islam, baligh, dan menyatakan diri setia terhadap
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi.
Anggota luar biasa, adalah setiap orang yang
beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah satu
Mazhab Empat, sudah aqil baligh, menyetujui aqidah, asas, tujuan dan
usaha-usaha Nahdlatul Ulama, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap
di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Anggota kehormatan adalah setiap orang yang
bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa
kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Besar.
BAB II
TATACARA
PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN
Pasal 2
Anggota biasa diterima melalui Pengurus
Ranting atas rekomendasi Pengurus Anak Ranting setempat.
Anggota biasa yang berdomisili di luar negeri
diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa.
Apabila tidak ada Pengurus Ranting di tempat
tinggalnya maka pendaftaran anggota dilakukan di Ranting terdekat.
Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang.
Pasal 3
Anggota luar biasa di dalam negeri diterima
dan disahkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama setempat.
Anggota luar biasa yang berdomisili di luar
negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Istimewa.
Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa di
tempat tinggalnya maka penerimaan dan pengesahan dilakukan di Pengurus Cabang
Istimewa terdekat.
Pasal 4
Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus
Cabang, Pengurus Cabang Istimewa atau Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar.
Pengurus Besar menilai dan mempertimbangkan
usulan sebagaimana tersebut dalam ayat 1 pasal ini untuk memberikan persetujuan
atau penolakan.
Dalam hal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
memberikan persetujuan, maka kepada yang bersangkautan diberikan surat
keputusan sebagai anggota kehormatan.
Pasal 5
Anggota biasa maupun anggota luar biasa
berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU).
Anggota Kehormatan berhak mendapatkan Kartu
Tanda Anggota Nahdlatul Ulama Khusus.
Ketentuan tentang prosedur penerimaan
anggota diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
Pasal 6
Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan
Nahdlatul Ulama karena:
- permintaan sendiri
- diberhentikan
Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul
Ulama karena permintaan sendiri yang diajukan kepada Pengurus Ranting secara
tertulis dengan tembusan kepada Pengurus Anak Ranting.
Seseorang diberhentikan dari keanggotaan
Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai
anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama baik
Nahdlatul Ulama.
Ketentuan mengenai prosedur pemberhentian keanggotaan diatur dalam
Peraturan Organisasi.
BAB III
KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA
Pasal 7
Anggota Nahdlatul Ulama berkewajiban:
Setia, taat, dan menjaga nama baik
Organisasi.
Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu
segala langkah Organissi serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
diamanahkan kepadanya.
Membayar i’anah yang jenis dan
jumlahnya ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiyah,
Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Insaniyah serta persatuan nasional dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasal
8
Anggota biasa berhak:
a.
Menghadiri Musyawarah Anggota, mengemukakan pendapat dan memberikan suara.
b. Memilih
dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
c.
Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Organisasi pada
tingkatannya.
d.
Memberikan usulan dan masukan sesuai ketentuan yang berlaku.
e. Membela
diri dan mendapatkan pembelaan, perlindungan dan pelayanan Organisasi.
f.
Anggota luar biasa dan anggota kehormatan mempunyai hak sebagaimana hak anggota
biasa kecuali hak memilih dan dipilih.
g.
Anggota Biasa dan Luar Biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap
menjadi anggota organisasi sosial keagamaan lain yang mempunyai aqidah, asas,
dan tujuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama.
BAB
IV
TINGKATAN
KEPENGURUSAN
Pasal 9
Tingkatan kepengurusan dalam organisasi
Nahdlatul Ulama terdiri dari:
a.
Pengurus Besar (PB) untuk tingkat Nasional dan berkedudukan di Jakarta, Ibukota
Negara.
b.
Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat Propinsi dan berkedudukan di wilayahnya.
c.
Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten / Kota dan berkedudukan di
wilayahnya.
d.
Pengurus Cabang Istimewa (PCI) untuk Luar Negeri dan berkedudukan di wilayah
negara yang bersangkutan.
e.
Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat Kecamatan dan berkedudukan di
wilayahnya.
f. Pengurus Ranting (PR) untuk
tingkat Kelurahan/desa.
g.
Pengurus Anak Ranting (PAR) untuk kelompok dan atau suatu komunitas.
Pasal
10
Pembentukan Wilayah Nahdlatul Ulama diusulkan
oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Pembentukan Wilayah diputuskan oleh Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan
Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan
Penuh setelah melalui masa percobaan selama 2 (dua) tahun.
Pengurus Wilayah berfungsi sebagai
koordinator Cabang-Cabang di daerahnya dan sebagai pelaksana Pengurus Besar
untuk daerah yang bersangkutan.
Pasal 11
Pembentukan Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan
oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang melalui Pengurus Wilayah kepada Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama.
Pembentukan Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan
oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan
Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan
Penuh setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun.
Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan
ayat (1) diatas disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah
atau sulitnya komunikasi dan atau faktor kesejarahan, pembentukan Cabang diatur
oleh kebijakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Pasal 12
Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama
dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atas permohonan
sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) orang anggota.
Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama
diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah
dan Tanfidziyah.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan
Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama.
Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan
setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun.
Pasal 13
Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul
Ulama diusulkan oleh Pengurus Ranting melalui Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama
kepada Pengurus Wilayah.
Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul
Ulama diputuskan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian
Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama memberikan
Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul
Ulama.
Pengurus Wilayah mengeluarkan Surat Keputusan
setelah melalui masa percobaan selama 6 (enam) bulan.
Pasal
14
Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan
oleh Pengurus Anak Ranting melalui Majelis Wakil Cabang kepada Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama.
Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama
diputuskan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah
dan Tanfidziyah.
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memberikan
Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
Pengurus Cabang mengeluarkan Surat Keputusan
setelah melalui masa percobaan selama 6 (enam) bulan.
Pasal
15
Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama
dapat dilakukan jika terdapat sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) anggota.
Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama
diusulkan oleh anggota melalui Ranting kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang
Nahdlatul Ulama.
Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama
diputuskan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat
Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama
memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Anak Ranting
Nahdlatul Ulama.
Pengurus Majelis Wakil Cabang mengeluarkan
Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan.
Pasal
16
Ketentuan mengenai syarat dan tatacara
pembentukan kepengurusan Organisasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Organisasi.
BAB
V
PERANGKAT
ORGANISASI
Pasal 17
Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari:
- Lembaga.
- Lajnah.
- Badan Otonom.
Pasal 18
Lembaga adalah perangkat departementasi
organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul
Ulama berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan
perorangan.
Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan
bertanggung jawab kepada pengurus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya.
Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2
(dua) masa jabatan.
Pembentukan dan penghapusan Lembaga
ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah pada masing-masing
tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama.
Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah,
Cabang dan Cabang Istimewa, disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program.
Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 18
butir (a) dan ayat 1 Pasal 17 adalah:
1.
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham
Ahlussunnah wal Jamaah.
2.
Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pendidikan dan
pengajaran formal.
3.
Rabithah Ma’ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan
keagamaan.
4.
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama.
5.
Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LP2NU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian,
lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan.
6.
Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial
dan kependudukan.
7.
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan
pengembangan sumber daya manusia.
8.
Lembaga Bantuan Hukum disingkat LBHNU, bertugas melaksanakan pendampingan,
penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum.
9.
Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan seni dan budaya.
10.
Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama disingkat LAZNU, bertugas menghimpun,
mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqah kepada mustahiqnya.
11.
Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, bertugas
mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta
benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama.
12.
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugas membahas
masalah-masalah maudlu’iyah (tematik) dan waqi’iyah (aktual) yang akan menjadi
Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
13.
Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.
14.
Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan.
Pasal
19
Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul
Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan
khusus.
Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah pada masing-masing tingkat
kepengurusan Nahdlatul Ulama.
Lajnah sebagaimana yang dimaksud Pasal 17
butir (b) dan ayat 1 Pasal ini adalah:
1. Lajnah
Falakiyah Nahdlatul Ulama, disingkat LFNU, bertugas mengelola masalah ru’yah,
hisab dan pengembangan IImu Falak.
2. Lajnah
Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama, disingkat LTNNU, bertugas mengembangkan
penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut
faham Ahlussunnah wal Jamaah.
3. Lajnah
Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama, disingkat LPTNU, bertugas mengembangkan
pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama.
Pasal
20
Badan Otonom adalah
perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok
masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
Pembentukan dan pembubaran Badan Otonom
diusulkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ditetapkan dalam Konferensi Besar dan
dikukuhkan dalam Muktamar.
Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan
aqidah, asas dan tujuan Nahdlatul Ulama.
Badan Otonom harus memberikan laporan
perkembangan setiap tahun kepada Nahdlatul Ulama di semua tingkatan.
Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori
Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom
berbasis profesi dan kekhususan lainnya.
Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok
masyarakat tertentu adalah:
1.
Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan
Nahdlatul Ulama.
2.
Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda
Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun.
3. Gerakan
Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki muda
Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun.
4. Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-Iaki
Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
5. Ikatan
Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri
perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun.
Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan
lainnya:
6.
Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul
Ulama pengamal tharekat yang mu’tabar.
7.
Jam’iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi
Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah.
8. Ikatan
Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang berfungsi
membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok
sarjana dan kaum intelektual.
9.
Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul
Ulama yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/tenagakerja.
10. Pagar
Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela
diri.
11.
Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama
yang berprofesi sebagai guru dan atau ustadz.
Ketentuan lebih lanjut berkait dengan Badan
Otonom diatur dalam Peraturan Organisasi.
Pasal
21
Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban
membina, mengayomi dan dapat mengambil tindakan organisatoris terhadap Lembaga,
Lajnah dan Badan Otonom pada tingkat masing-masing.
BAB VI
SUSUNAN
PENGURUS BESAR
Pasal 22
Mustasyar Pengurus Besar terdiri dari
beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais ‘Am, Wakil Rais ‘Am,
beberapa Rais, Katib ‘Am dan beberapa Katib.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah
dan A’wan.
Pasal 23
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua
Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal,
Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian
Tanfidziyah, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah Pusat.
Pasal 24
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah,
Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom tingkat pusat.
BAB VII
SUSUNAN PENGURUS WILAYAH
Pasal 25
Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri dari beberapa orang sesuai
dengan kebutuhan.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais,
Katib dan beberapa Wakil Katib.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah
dan A’wan.
Pasal 26
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua,
Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian
Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Wilayah.
Pasal 27
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah,
pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Wilayah.
BAB VIII
SUSUNAN
PENGURUS CABANG DAN PENGURUS CABANG ISTIMEWA
Pasal 28
Mustasyar Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang
Istimewa terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais,
beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari
Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal
29
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari
Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan
beberapa Wakil Bendahara.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas
Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Cabang.
Pasal
30
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar,
Pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom
tingkat Cabang.
BAB
IX
SUSUNAN
PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG
Pasal 31
Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang
terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan.
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais,
beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari
Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal 32
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari
Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan
beberapa Wakil Bendahara.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas
Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Majelis Wakil
Cabang.
Pasal
33
Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar,
pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom
tingkat Majelis Wakil Cabang.
BAB X
SUSUNAN
PENGURUS RANTING
Pasal 34
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais,
beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari
Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal 35
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari
Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan
beberapa Wakil Bendahara.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas
Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga tingkat Ranting.
Pasal
36
Pengurus Pleno terdiri dari pengurus Syuriyah
dan pengurus Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat ranting.
BAB
XI
SUSUNAN
PENGURUS ANAK RANTING
Pasal 37
Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais,
beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib.
Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari
Pengurus Harian Syuriyah dan A’wan.
Pasal 38
Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari
Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan
beberapa Wakil Bendahara.
Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas
Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga.
BAB XII
SUSUNAN
PENGURUS BADAN OTONOM
Pasal 39
Pengurus Badan Otonom terdiri dari Ketua
Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Umum, beberapa Sekretaris, Bendahara Umum dan
beberapa Bendahara.
Kelengkapan susunan Pengurus Badan Otonom
diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom.
BAB XIII
SYARAT
MENJADI PENGURUS
Pasal 40
Untuk menjadi Pengurus Harian Anak Ranting
Nahdlatul Ulama seseorang sudah terdaftar sebagai anggota Nahdlatul Ulama.
Untuk menjadi pengurus Ranting atau Majelis
Wakil Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama
atau Badan Otonomnya.
Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon
harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya
sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon
harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya
sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun.
Untuk menjadi Pengurus Besar, seorang calon
harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya
sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun.
BAB
XIV
PEMILIHAN
DAN PENETAPAN PENGURUS
Pasal 41
Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
a. Rais
Aam dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau
pemungutan suara dalam Muktamar setelah yang bersangkutan menyampaikan
kesediaannya.
b. Wakil
Rais Aam ditunjuk oleh Rais Aam terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi yang
berkembang.
c. Ketua
Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau
pemungutan suara dalam Muktamar, dengan terlebih dahulu menyampaikan
kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais ‘Am
terpilih.
d. Wakil
Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi
yang berkembang.
e. Rais
‘Am terpilih, Wakil Rais ‘Am, Ketua Umum terpilih dan Wakil Ketua Umum
bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan
dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh
peserta Muktamar.
f.
Pengisian A’wan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh Pengurus Harian
Syuriyah dan Tanfidziyah.
g.
Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk
menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah.
Pasal
42
Pemilihan dan penetapan Pengurus Wilayah
Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
- Rais
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Wilayah setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
- Ketua
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Wilayah dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan
mendapat- persetujuan dari Rais
terpilih.
- Rais
dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan
Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Wilayah.
-
Pengurus Wilayah Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 43
Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
- Rais
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Cabang setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
- Ketua
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat
persetujuan dari Rais terpilih.
- Rais
dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan
Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Cabang.
-
Pengurus Cabang Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal
44
Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang
Istimewa Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
- Rais
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Cabang Istimewa setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
-bKetua
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Cabang Istimewa dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan
mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
- Rais
dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan
Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Cabang Istimewa.
-
Pengurus Cabang Istimewa Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan
lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal
45
Pemilihan dan penetapan Pengurus Majelis
Wakil Cabang Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
- Rais
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Majelis Wakil Cabang setelah yang bersangkutan menyampaikan
kesediaannya.
- Ketua
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Majelis Wakil Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan
kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
- Rais
dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan
Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Cabang.
-
Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga
dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal 46
Pemilihan dan penetapan Pengurus Ranting
Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
- Rais
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
- Konferensi Ranting setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
- Ketua
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Konferensi Ranting dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat
persetujuan dari Rais terpilih.
- Rais
dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan
Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih
dari dan oleh peserta Konferensi Ranting.
-
Pengurus Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan Lajnah
melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
Pasal
47
Pemilihan dan penetapan Pengurus Anak Ranting
Nahdlatul Ulama sebagai berikut:
- Rais
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Musyawarah Anggota setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya.
- Ketua
dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam
Musyawarah Anggota dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan
mendapat persetujuan dari Rais terpilih.
- Rais
dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan
Tanfidziyah.
-
Pengurus Anak Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan
Lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
BAB XV
PENGISIAN
JABATAN ANTAR WAKTU
Pasal 48
Apabila Rais ‘Am berhalangan tetap, maka Wakil Rais ‘Am menjadi
Pejabat Rais ‘Am.
Apabila Wakil Rais ‘Am berhalangan tetap, maka Rais ‘Am atau
Pejabat Rais ‘Am menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakil Rais ‘Am
dengan mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Lengkap Pengurus
Besar Syuriyah .
Apabila Rais ‘Am dan Wakil Rais ‘Am berhalangan tetap dalam waktu
yang bersamaan, maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan
Pejabat Rais Aam dan Pejabat Wakil Rais Aam.
Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan A’wan
berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui rapat Pengurus
Besar Harian Syuriyah dan disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar.
Pasal 49
Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum
menjadi Pejabat Ketua Umum.
Apabila Wakil Ketua Umum berhalangan tetap, maka Ketua Umum atau
Pejabat Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua
Umum dengan mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Harian
Pengurus Besar Tanfidziyah.
Apabila Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam
waktu yang bersamaan, maka maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
menetapkan Pejabat Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum.
Apabila Ketua Tanfidziyah, Sekretaris Jenderal, Sekretaris,
Bendahara Umum, dan Bendahara berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan
melalui Rapat Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
Apabila Ketua Lembaga atau Ketua Lajnah berhalangan tetap maka
pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang
bersangkutan, ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dan
disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar.
Apabila anggota Pengurus Lembaga atau Lajnah berhalangan tetap
maka pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang
bersangkutan dan disahkan Pengurus Besar.
Pasal 50
Apabila Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang
Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Ranting, dan Pengurus Anak
Ranting berhalangan tetap maka proses pengisian jabatan tersebut disesuaikan
dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 48 dan 49 Anggaran Rumah Tangga ini.
BAB XVI
RANGKAP
JABATAN
Pasal 51
Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak
dapat dirangkap dengan:
- Jabatan
pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama; dan atau
- Jabatan
pengurus harian Lembaga dan Lajnah dan Badan Otonom; dan atau
- Jabatan
Pengurus Harian Partai Politik;dan atau
- Jabatan
Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik; dan atau
- Jabatan
Pengurus Harian Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama.
Jabatan Pengurus Harian Lembaga dan
Lajnah Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan Jabatan Pengurus Harian
Lembaga atau Lajnah lainnya pada semua tingkat kepengurusan.
Jabatan Ketua Badan Otonom Nahdlatul Ulama
tidak dapat dirangkap dengan:
- jabatan
pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom. Dan atau
- Jabatan
Pengurus Harian Partai Politik; dan atau
- Jabatan
Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik.
- Rais
‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar;
Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan Rais dan Ketua Pengurus Cabang tidak
diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik.
- Yang
disebut dengan Jabatan Politik dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah Jabatan
Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil
Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI, DPRD Propinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.
- Apablia
Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar
mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan
diri atau diberhentikan.
- Apabila
Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan atau Rais dan Ketua Pengurus Cabang
mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan
diri atau diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
-
Ketentuan lebih lanjut mengenai rangkap jabatan dan pencalonan dalam pasal ini
akan diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB
XVII
PENGESAHAN
DAN PEMBEKUAN PENGURUS
Pasal 52
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama disusun dan
disahkan oleh Rais ‘Aam, Ketua Umum dan dibantu mede Formatur.
Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan
Pengurus Cabang Istimewa disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang
disampaikan kepada Pengurus Besar dengan rekomendasi Pengurus Wilayah.
Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang Istimewa
disampaikan kepada Pengurus Besar.
Pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh
Pengurus Wilayah dengan rekomendasi Pengurus Cabang.
Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus
Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang.
Pengurus Anak Ranting disahkan oleh Pengurus
Majelis Wakil Cabang dengan rekomendasi Pengurus Ranting.
Pasal
53
Pengurus Harian Lembaga dan Lajnah ditetapkan
dalam Rapat Gabungan Syuriyah Tanfidziyah dan disahkan dengan Surat
Keputusan Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatannya.
Pengurus Lengkap Lajnah dan Lembaga disusun
dan disahkan oleh Pengurus Harian Lajnah dan Lembaga yang bersangkutan.
Pasal 54
Pengurus Harian Badan Otonom Pusat disahkan
oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Pengurus Harian Badan Otonom di tingkat
Wilayah dan Cabang disahkan oleh Pengurus tingkat pusat Badan Otonom yang
bersangkutan.
Pasal 55
Pengurus Besar dapat membekukan Kepengurusan
Wilayah, Kepengurusan Cabang dan Kepengurusan Cabang Istimewa melalui Rapat
Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Besar.
Pengurus Cabang dapat membekukan Kepengurusan
Majelis Wakil Cabang dan Kepengurusan Ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah Pengurus Cabang.
Pengurus Majelis Wakil Cabang dapat
membekukan Kepengurusan Anak Ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan
Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang.
Pasal
56
Ketentuan tentang tatacara pengesahan
dan Pembekuan kepengurusan diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB XVIII
WEWENANG
DAN TUGAS PENGURUS
Pasal 57
Mustasyar mempunyai wewenang menyelenggarakan rapat internal yang
dipandang perlu.
Mustasyar bertugas memberikan arahan, pertimbangan dan atau
nasehat diminta atau tidak baik secara perorangan maupun kolektif kepada
Pengurus menurut tingkatannya.
Pasal 58
Kewenangan Rais Aam adalah:
a. Merumuskan kebijakan umum Organisasi.
b. Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik
keluar maupun ke dalam yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk
konsultasi, koordinasi, maupun informasi.
c. Bersama Ketua Umum mewakili Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan,
tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan atau pengelolaan dan
penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik atau
yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan
oleh Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
d. Bersama Ketua Umum menandatangani
keputusan-keputusan penting Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
e. Bersama Ketua Umum membatalkan keputusan
perangkat organisasi yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Nahdlatul Ulama.
Tugas Rais Aam adalah:
a. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan
keputusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
b.
Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar
Syuriyah.
c.
Bersama Ketua Umum memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim
Ulama, Konferensi Besar, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
d.
Memimpin Rapat Harian Syuriyah dan Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah.
Pasal 59
Kewenangan Wakil Rais ‘Aam adalah:
a. Menjalankan kewenangan Rais ‘Aam ketika Rais
‘Aam berhalangan.
b. Bersama Rais ‘Aam memimpin, mengatur, dan
mengawasi pelaksanaan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
c. Tugas Wakil Rais ‘Aam adalah:
d.
Membantu tugas-tugas Rais ‘Aam.
e.
Mewakili Rais ‘Aam apabila berhalangan.
f. Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan
oleh dan atau bersama Rais ‘Aam.
Pasal 60
Kewenangan Rais adalah:
a. Menjalankan wewenang Rais ‘Aam dan atau Wakil Rais ‘Aam
ketika berhalangan
b. Merumuskan pelaksanaan bidang khusus masing-masing.
Tugas Rais adalah:
a. Membantu tugas-tugas Rais ‘Aam dan atau Wakil Rais ‘Aam
b. Mewakili Rais ‘Aam dan atau Wakil Rais ‘Aam apabila berhalangan
c. Melaksanakan bidang khusus masing-masing.
Pasal 61
Kewenangan Katib ‘Aam adalah:
a.
Merumuskan dan mengatur pengelolaan kekatiban Pengurus Besar Syuriyah.
b.
Bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menandatangani
keputusan-keputusan Pengurus Besar..
Tugas
Katib ‘Aam adalah:
a.
Membantu Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam dan Rais-Rais dalam menjalankan wewenang
dan tugasnya.
b.
Merumuskan dan Mengatur manajemen administrasi Pengurus Besar Syuriah.
c.
Mengatur dan mengkordinir pembagian tugas di antara Katib.
Pasal 62
Katib mempunyai kewenangan-kewenangan
sebagai berikut:
a. Melaksanakan kewenangan-kewenangan Katib
‘Aam apabila berhalangan
b. Mendampingi Rais-Rais sesuai bidang
masing-masing
c. Katib mempunyai tugas-tugas sebagai
berikut:
d. Membantu tugas-tugas Katib ‘Aam
e. Mewakili Katib ‘Aam apabila berhalangan
f. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan
Katib ‘Aam
Pasal 63
Kewenangan A’wan memberi masukan kepada
Pengurus Besar Syuriyah.
Tugas A’wan membantu pelaksanaan
tugas-tugas Pengurus Besar Syuriyah.
Pasal 64
Wewenang Ketua Umum adalah sebagai berikut:
a. Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik ke
luar maupun ke dalam yang menyangkut pelaksanaan kebijakan organisasi dalam
bentuk konsultasi, koordinasi maupun informasi.
b. Merumuskan kebijakan khusus Organisasi.
c. Bersama Rais ‘Aam mewakili Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan,
tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan/ pengelolaan, dan
penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik atau
yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi pembatasan yang
diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
d. Bersama Rais ‘Aam menandatangani
keputusan-keputusan organisasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
e. Bersama Rais ‘Aam membatalkan keputusan
perangkat organisasi yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Nahdlatul Ulama.
Tugas Ketua Umum adalah sebagai berikut:
a. Memimpin, mengatur dan mengkoordinasikan
pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama.
b.Memimpin,
mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar
Tanfidziyah.
c.
Bersama Rais ‘Aam memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim
Ulama, d.Konferensi Besar, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
e.
Memimpin Rapat Harian Tanfidziyah dan Rapat Pengurus Lengkap Tanfidziyah.
Pasal 65
Kewenangan Wakil Ketua Umum adalah:
Menjalankan kewenangan Ketua Umum ketika
berhalangan.
Membantu Ketua Umum memimpin, mengatur, dan
mengawasi pelaksanaan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Tugas Wakil Ketua Umum adalah:
Membantu tugas-tugas Ketua Umum.
Mewakili Ketua Umum apabila berhalangan.
Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan atau bersama
Ketua Umum.
Pasal 66
Kewenangan Ketua-Ketua adalah:
Menjalankan wewenang Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum apabila
berhalangan.
Merumuskan dan menjalankan bidang khusus masing-masing.
Tugas Ketua-Ketua adalah:
Membantu tugas-tugas Ketua Umum.
Menjalankan tugas-tugas Ketua Umum berdasarkan pembidangan sebagai
berikut:
1. Bidang Dakwah Keagamaan
2. Organisasi dan Kaderisasi
3. Bidang Ekonomi
4. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
5. Bidang Kesehatan dan Sosial
6. Bidang Hubungan Luar Negeri
7. Bidang Hukum dan Kebijakan Publik
8. Bidang Lingkungan
9. Bidang-bidang lain yang dipandang perlu.
Pasal 67
Kewenangan Sekretaris Jenderal adalah:
Merumuskan dan mengatur pengelolaan kesekretariatan Jenderal
Pengurus Besar Tanfidziyah.
Merumuskan naskah rancangan peraturan,
keputusan, dan pelaksanaan program Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Bersama Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Katib ‘Aam
menandatangani surat-surat penting Pengurus Besar.
Tugas Sekretaris Jenderal adalah:
Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya.
Merumuskan manajemen administrasi, memimpin
dan mengkoordinasikan Sekretariat.
Mengatur dan mengkoordinir pembagian tugas di
antara Sekretaris.
Pasal 68
Kewenangan Sekretaris adalah:
Melaksanakan kewenangan Sekretaris Jenderal apabila berhalangan
Mendampingi Ketua-Ketua sesuai bidang masing-masing.
Tugas Sekretaris adalah:
Membantu tugas-tugas Sekretaris Jenderal.
Mewakili Sekretaris Jenderal apabila berhalangan
Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Sekretaris Jenderal.
Pasal 69
Kewenangan Bendahara Umum adalah:
Mengatur pengelolaan keuangan Pengurus Besar.
Melakukan pembagian tugas kebendaharaan
dengan bendahara.
Bersama Ketua Umum menandatangani surat-surat
penting Pengurus Besar yang berkaitan dengan keuangan.
Tugas Bendahara Umum adalah:
Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan
Ketua-Ketua dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Merumuskan manajemen dan melakukan pencatatan
keuangan dan aset.
Membuat Standard Operating Procedure (SOP) keuangan.
Menyusun dan merencanakan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Rutin, dan anggaran program pengembangan atau rintisan Pengurus
Besar.
Menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kepentingan auditing
keuangan.
Pasal 70
Prinsip-prinsip pokok tentang wewenang dan tugas pengurus
sebagaimana diatur dalam pasal-pasal dalam bab ini berlaku secara mutatis
mutandis (dengan sendirinya) untuk seluruh tingkat kepengurusan.
Ketentuan lebih lanjut berkait dengan wewenang dan tugas Pengurus
diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB XIX
KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS
Pasal 71
(1) Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban:
Menjaga
dan menjalankan amanat dan ketentuan-ketentuan organisasi.
b.
Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar.
c.
Menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara tertulis dalam permusyawaratan
sesuai dengan tingkat kepengurusannya.
(2) Pengurus Nahdlatul Ulama berhak:
a.
Menetapkan kebijakan, keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak
bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
b.
Memberikan arahan dan dukungan teknis kepada Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom
untuk meningkatkan kinerjanya.
BAB XX
PERMUSYAWARATAN
TINGKAT NASIONAL
Pasal 72
Muktamar adalah forum permusyawaratan
tertinggi di dalam organisasi Nahdlatul Ulama.
Muktamar membicarakan dan menetapkan:
a.
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang disampaikan
secara tertulis;
b.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
c.
Garis-garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama 5 (lima) tahun;
d.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
e.
Rekomendasi Organisasi;
f.
Memilih Rais ’Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
g.
Muktamar dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
sekali dalam 5 (lima) tahun.
Muktamar
dihadiri oleh :
1.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
2. Pengurus Wilayah.
3. Pengurus Cabang/Cabang Istimewa.
4. Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua
pertiga jumlah Wilayah dan Cabang/Cabang Istimewa yang sah.
Pasal 73
Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Rais ’Aam dan
atau Ketua Umum Pengurus Besar melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan atas usulan
sekurang-kurangnya 50 persen plus satu dari jumlah Wilayah dan Cabang.
Muktamar Luar Biasa dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Ketentuan tentang peserta dan keabsahan
Muktamar Luar Biasa merujuk kepada ketentuan Muktamar.
Pasal 74
Musyawarah Nasional Alim Ulama merupakan
forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Besar.
Musyawarah Nasional Alim Ulama membicarakan
masalah-masalah keagamaan yang menyangkut kehidupan umat dan bangsa.
Musyawarah Nasional Alim Ulama dihadiri oleh
anggota Pengurus Besar Pleno dan Pengurus Syuriyah Wilayah.
Musyawarah tersebut dapat mengundang Alim
Ulama, pengasuh Pondok Pesantren dan Tenaga Ahli, baik dari dalam maupun dari
luar Pengurus Nahdlatul Ulama sebagai perserta.
Musyawarah Nasional Alim Ulama juga dapat
diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari
jumlah Wilayah yang sah.
Musyawarah Nasional Alim Ulama tidak dapat
mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak
memilih Pengurus baru.
Musyawarah Nasional Alim Ulama diadakan
sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Besar.
Pasal 75
Konferensi Besar merupakan forum
permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan
oleh Pengurus Besar.
Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan
keputusan-keputusan Muktamar, mengkaji perkembangan dan memutuskan Peraturan
Organisasi.
Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pleno
Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.
Konferensi Besar tidak dapat mengubah
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih
Pengurus baru.
Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri
oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Wilayah.
Konferensi Besar diadakan sekurang-kurangnya
2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Besar.
BAB XXI
PERMUSYAWARATAN
TlNGKAT DAERAH
Pasal 76
Konferensi Wilayah adalah forum
permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah.
Konferensi Wilayah membicarakan dan
menetapkan:
a.
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama yang disampaikan
secara tertulis;
b.
Pokok-Pokok Program Kerja Wilayah 5 (lima) tahun merujuk kepada Garis-Garis
Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama;
c.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
d.
Rekomendasi Organisasi;
e.
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Wilayah.
f.
Konferensi Wilayah dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul
Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.
Konferensi Wilayah dihadiri oleh :
-
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
-
Pengurus Cabang.
- Untuk
meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi Konferensi Wilayah dapat
dihadiri oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang.
-
Konferensi Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
Cabang di daerahnya.
Pasal
77
Musyarawah Kerja Wilayah merupakan forum
permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Wilayah yang dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah.
Musyarawah Kerja Wilayah membicarakan
pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi WIlayah dan mengkaji perkembangan
organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
Musyarawah Kerja Wilayah dihadiri oleh
anggota Pleno Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
Musyarawah Kerja Wilayah sah apabila dihadiri
oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Cabang.
Musyarawah Kerja Wilayah diadakan
sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Wilayah.
Musyawarah Kerja Wilayah tidak dapat
melakukan pemilihan Pengurus.
Pasal 78
Konferensi Cabang adalah forum
permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang
Konferensi Cabang membicarakan dan
menetapkan:
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Cabang
Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis.
Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun
merujuk kepada Pokok-Pokok Program Kerja Wilayah dan Garis-Garis Besar Program
Kerja Nahdlatul Ulama.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan
pada umumnya
Rekomendasi Organisasi
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Cabang.
Konferensi Cabang dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima)
tahun.
Konferensi Cabang dihadiri oleh :
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama.
Pengurus Majelis Wakil Cabang.
Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan
organisasi konferensi Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Ranting.
Konferensi Cabang sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis Wakil Cabang di daerahnya.
Pasal 79
Musyarawah Kerja Cabang merupakan forum
permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Cabang yang dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Cabang.
Musyarawah Kerja Cabang membicarakan
pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Cabang dan mengkaji perkembangan
organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
Musyarawah Kerja Cabang dihadiri oleh
anggota Pleno Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang.
Musyarawah Kerja Cabang sah apabila dihadiri
oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis Wakil Cabang.
Musyarawah Kerja Cabang diadakan
sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam masa jabatan pengurus Cabang.
Musyawarah Kerja Cabang tidak dapat melakukan
pemilihan Pengurus.
Pasal 80
Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah forum
permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Majelis Wakil Cabang
Konferensi Majelis Wakil Cabang
membicarakan dan menetapkan:
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Majelis
Wakil Cabang Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun
merujuk Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang;
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan
pada umumnya;
Rekomendasi Organisasi;
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Majelis Wakil
Cabang.
Konferensi Majelis Wakil Cabang dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama sekali dalam
5 (lima) tahun.
Konferensi Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh
:
-
Pengurus Majelis Wakil Cabang.
-
Pengurus Ranting.
- Untuk
meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi Konferensi Majelis Wakil
Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Anak Ranting.
-
Konferensi Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 dari jumlah Ranting di daerahnya.
Pasal 81
Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang
merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Majelis Wakil
Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang.
Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang
membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Majelis Wakil Cabang
dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang
dihadiri oleh anggota Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno dan Pengurus
Ranting.
Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang sah
apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta sebagaimana dimaksud
ayat (3) Pasal ini.
Pasal 82
Konferensi Ranting adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk
tingkat Ranting.
Konferensi Ranting membicarakan
dan menetapkan:
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Ranting
Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis
Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun
merujuk kepada Poko-Pokok Program Kerja Pengurus Cabang dan Majelis Wakil
Cabang.
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan.
Rekomendasi Organisasi
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Ranting.
Konferensi Ranting dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima)
tahun.
Konferensi Ranting dihadiri oleh :
- Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama.
- Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama.
- Konferensi Ranting sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anak Ranting di daerahnya.
Pasal 83
Musyarawah Kerja Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi
setelah Konferensi Ranting yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus
Ranting.
Musyarawah Kerja Ranting membicarakan pelaksanaan
keputusan-keputusan Konferensi Ranting dan mengkaji perkembangan organisasi
serta peranannya di tengah masyarakat.
Musyarawah Kerja Ranting dihadiri oleh anggota Pengurus
Ranting Pleno dan utusan Pengurus Anak Ranting.
Musyarawah Kerja Ranting sah apabila dihadiri oleh lebih dari
separuh jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini.
Musyarawah Kerja Ranting diadakan sekurang-kurangnya 4 (empat)
kali dalam masa jabatan pengurus Ranting.
Musyawarah Kerja Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
Pasal 84
Musyawarah Anggota adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk
tingkat Anak Ranting.
Musyawarah Anggota membicarakan dan
menetapkan:
Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Anak
Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis;
Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun
merujuk kepada Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Ranting;
Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan;
Rekomendasi Organisasi;
Memilih Rais dan Ketua Pengurus Anak Ranting.
Musyawarah Anggota dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5
(lima) tahun.
Musyawarah Anggota dihadiri oleh :
Pengurus Anak Ranting.
Anggota Nahdlatul Ulama.
Musyawarah Anggota sah apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota di wilayahnya.
Pasal
85
Rapat Kerja Anak Ranting merupakan forum
permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah Anggota yang dipimpin dan
diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting.
Rapat Kerja Anak Ranting membicarakan
pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Anggota dan mengkaji perkembangan
organisasi serta peranannya di tengah masyarakat.
Rapat Kerja Anak Ranting dihadiri oleh
anggota Pleno Pengurus Anak Ranting.
Rapat Kerja Anak Ranting sah apabila dihadiri
oleh lebih dari separuh jumlah anggota.
Rapat Kerja Anak Ranting diadakan
sekurang-kurangnya lima kali dalam masa jabatan pengurus Anak Ranting.
Rapat Kerja Anak Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus.
BAB XXII
PERMUSYAWARATAN
BADAN OTONOM
Pasal 86
Permusyawaratan Badan Otonom diatur
tersendiri dan dimuat dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan
Otonom yang bersangkutan.
BAB XXIII
RAPAT-RAPAT
Pasal 87
Rapat Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh
Mustasyar, Pengurus Harian Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lajnah,
Ketua Lembaga dan Ketua Badan Otonom.
Rapat Pleno diadakan sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan sekali.
Rapat Pleno membicarakan pelaksanaan program
kerja.
Pasal
88
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah
dihadiri oleh Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Pengurus Besar Harian Tanfidziyah.
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah
diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah
membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Pasal
89
Rapat Harian Syuriyah dihadiri oleh Pengurus
Harian Syuriyah dengan mengikutsertakan Mustasyar.
Rapat Harian Syuriyah diadakan
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
Rapat Harian Syuriyah membahas kelembagaan
Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Pasal
90
Rapat Harian Tanfidziyah dihadiri oleh
Pengurus Harian Tanfidziyah.
Rapat Harian Tanfidziyah diadakan
sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali.
Rapat Harian Tanfidziyah membahas kelembagaan
Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja.
Pasal
91
Rapat-rapat lain yang dianggap perlu adalah
rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 92
Ketentuan mengenai rapat-rapat diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB XXIV
KEUANGAN
DAN KEKAYAAN
Pasal 93
Sumber keuangan Nahdlatul Ulama diperoleh
dari:
Uang pangkal adalah uang yang dibayar oleh
seseorang pada saat mendaftarkan diri menjadi anggota.
Uang i’anah syahriyah adalah uang yang
dibayar anggota setiap bulan.
Sumbangan adalah uang atau barang yang berupa
hibah, hadiah dan sedekah yang diperoleh dari anggota Nahdlatul Ulama dan
atau simpatisan.
Usaha-usaha lain adalah badan-badan usaha
Nahdlatul Ulama dan atau atas kerjasama dengan pihak lain.
Pasal
94
Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkat
organisasinya berupa dana, harta benda bergerak dan atau harta benda tidak
bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi Nahdlatul Ulama sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku umum.
Perolehan, pengalihan, dan pengelolaan
kekayaan serta penerimaan dan pengeluaran keuangan Nahdlatul Ulama diaudit
setiap tahun oleh akuntan publik.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat
memberikan kuasa atau kewenangan secara tertulis kepada Pengurus Wilayah,
Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang,
Lembaga, Lajnah, Badan Otonom dan atau Badan Usaha yang dibentuk untuk
melakukan penguasaan dan atau pengelolaan kekayaan baik berupa harta benda
bergerak dan atau harta benda tidak bergerak.
Segala kekayaan Nahdlatul Ulama baik yang
dimiliki atau dikuasakan secara langsung atau tidak langsung kepada lembaga,
lajnah, badan otonom, badan usaha atau perorangan yang ditunjuk atau dikuasakan
oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan
dan kemanfaatan Nahdlatul Ulama dan atau Perangkat Organisasinya.
Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta
benda yang bergerak dan atau harta benda yang tidak bergerak tidak dapat
dialihkan hak kepemilikannya kepada pihak lain kecuali atas persetujuan
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak dapat
mengalihkan harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak yang
diperoleh atau yang dibeli oleh perangkat organisasi NU tanpa persetujuan
pengurus perangkat organisasi yang bersangkutan.
Apabila karena satu dan lain hal terjadi
pembubaran atau penghapusan perangkat organisasi NU maka seluruh harta bendanya
menjadi milik organisasi/Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
Pasal 95
Uang pangkal dan uang i’anah syahriyah yang
diterima dari anggota Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai
kegiatan organisasi/perkumpulan dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai
berikut:
a. 40% untuk membiayai kegiatan Anak Ranting
b. 20% untuk membiayai kegiatan Ranting.
c. 15% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil
Cabang.
d. 10% untuk membiayai kegiatan Cabang/Cabang
Istimewa.
e. 10% untuk membiayai kegiatan Wilayah.
f. 5% untuk membiayai
kegiatan Pusat.
Uang dan barang yang berasal dari sumbangan
dan usaha-usaha lain dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan.
Kekayaan organisasi/perkumpulan yang berupa
inventaris dan aset dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan.
Pasal
96
Ketentuan mengenai keuangan dan kekayaan
organisasi/perkumpulan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.
BAB
XXV
LAPORAN
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 97
Pengurus Nahdlatul Ulama di setiap tingkatan
membuat laporan pertanggungjawaban secara tertulis di akhir masa khidmahnya
yang disampaikan dalam permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.
Laporan pertanggungjawaban Pengurus
Nahdlatul Ulama memuat:
Capaian pelaksanaan program yang telah
diamanatkan oleh permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya.
Pengembangan kelembagaan Organisasi.
Keuangan organisasi
inventaris dan aset organisasi.
Pasal
98
Pengurus Besar menyampaikan laporan
perkembangan organisasi secara berkala dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama,
Konferensi Besar dan Rapat Pleno.
Pengurus Wilayah menyampaikan laporan
perkembangan organisasi secara berkala kepada:
Pengurus Besar.
Musyawarah Kerja Wilayah dan Rapat Pleno
Pengurus Cabang menyampaikan laporan
perkembangan organisasi secara berkala kepada:
Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah.
Musyawarah Kerja Cabang dan Rapat Pleno.
Pengurus Majelis Wakil Cabang menyampaikan
laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada:
Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang.
Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang dan
Rapat Pleno.
Pengurus Ranting menyampaikan laporan
perkembangan organisasi secara berkala kepada:
Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil
Cabang.
Musyawarah Kerja Ranting dan Rapat Pleno.
Pengurus Anak Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi
secara berkala kepada Rapat Anggota, Pengurus Ranting dan Majelis Wakil Cabang.
Pasal 99
Pengurus Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom menyampaikan laporan
pelaksanaan program setiap akhir tahun kepada Pengurus Nahdlatul Ulama pada
tingkatan masing-masing.
BAB XXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 100
Ketentuan pasal 20 ayat 6 tentang batasan usia berlaku setelah
permusyawaratan tertinggi Badan Otonom terdekat.
Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga
ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama dan atau Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah dalam Muktamar.
TIM PERUMUS KOMISI ORGANISASI:
KH. A. Hafidz Usman
(Ketua) 1. ……………………………………
H. A. Malik Haromain (Sekretaris)
2. ……………………………………
H. Miftah
Faqih (Anggota) 3. ……………………………………
H. Taufiq R.
Abdullah (Anggota) 4. …………………………………….
Hj. Hizbiyah
Rochim (Anggota) 5. …………………………………….
H. Sholeh
Hayat (Anggota)
6.
…………………………………….
H. Amas Muda Siregar (Anggota) 7. …………………………………….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar