Rumusan Khittah NU itu sebagai berikut:
KHITTAH
NU
Motto:
QS. al-Mâidah: 48—49
MUQADDIMAH
a. Kesadaran atas keharusan hidup bermasyarakat
dengan persyaratannya.
b. NU: Jamiyah Diniyah berfaham ahlussunnah wal
jamaah, berhaluan salah satu dari madzhab empat
c. NU: gerakan keagamaan meningkatkan kualitas
insan bertakwa.
d. Dalam berupaya mencapai cita-cita NU,
terbentuklah kepribadian khas NU yang kemudian disebut sebagai Khittah NU.
PENGERTIAN
a. Khittah NU: Landasan berpikir, bersikap dan
bertindak warga NU.
b. Landasan ini ialah faham ahlussunnah wal
jamaah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia.
c. Khittah NU juga digali dari intisari sejarah
NU
DASAR-DASAR
FAHAM KEAGAMAAN NU
a. NU mendasarkan paham keagamaannya kepada
sumber-sumber al-Quran, al-Sunnah. Al-Ijma’ dan al-Qiyas.
b. NU
menggunakan “jalan pendekatan’ (al-madzhab):
1. Di
bidang akidah mengikuti faham ashlussunnah wal jamaah yang dipelopori oleh Imam
al-Asy’ari dan al-Maturidi.
2. Di
bidang fiqih mengikuti salah satu dari madzhab empat.
3. Di
bidang tasawuf mengikuti antara lain Imam Baghdadi, Imam Ghazali dan imam-imam
lain.
c. NU mengikuti pendirian bahwa Islam adalah
agama fitri, menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang ada pada manusia,
ciri-ciri yang baik milik sesuatu kelompok manusia dan tidak menghapusnya.
SIKAP KEMASYARAKATAN NU
a. Sikap tawasstuh dan i’tidal:
1. Sikap tengah berintikan keadilan di tengah
kehidupan bersama.
2. menjadi kelompok panutan, bertindak lurus,
bersifat membangun, tidak ekstrem.
b. Sikap tasamuh:
1. Toleran di dalam perbedaan pendapat keagamaan.
2.
Toleran di dalam urusan kemasyarakatan dan kebudayaan.
c. Sikap tawazun:
1. Keseimbangan dalam berkhidmat kepada Allah
SWT., berkhidmat kepada sesama manusia dan kepada lingkungan hidup.
2. Keselarasan antara masa lalu, masa kini
dan masa depan.
d. Amar ma’ruf nahi munkar:
1. Kepekaan untuk mendorong perbuatan baik.
2. Mencegah hal yang dapat merendahkan nilai-nilai kehidupan.
PERILAKU YANG DIBENTUK OLEH DASAR KEAGAMAAN
DAN SIKAP
KEMASYARAKATAN
a. Menjunjung tinggi norma-norma agama Islam.
b. Mendahulukan kepentingan bersama daripada
kepentingan pribadi
c. Menjunjung tinggi sifat keikhlasan,
berkhidmah dan berjuang.
d. Menjunjung tinggi ukhuwah, ittihad dan saling mengasihi.
e. Meluhurkan akhlak karimah, menjunjung tinggi kejujuran (al-shidq)
dalam berpikir, bersikap dan bertindak.
f. Menjunjung tinggi kesetiaan kepada agama
bangsa dan negara.
g. Menjunjung tinggi amal (kerja dan prestasi)
sebagai bagian dari ibadah.
h. Menjunjung tinggi ilmu dan ahli ilmu
i. Siap menyesuaikan diri dengan perubahan
yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
j. Menjunjung tinggi kepeloporan, mempercepat perkembangan
masyarakat.
k. Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah
kehidupan berbangsa dan bernegara.
IKHTIAR-IKHTIAR YANG DILAKUKAN OLEH NU
a. Peningkatan silaturrahmi antar ulama
b. Peningkatan kegiatan di bidang keilmuan
c. Peningkatan kegiatan penyiaran Islam,
pembangunan sarana-sarana peribadatan dan pelayanan sosial.
d. Peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup
masyarakat.
FUNGSI
ORGANISASI
DAN
KEPEMIMPINAN ULAMA DI DALAMNYA
a. Menggunakan organisasi dengan struktur tertentu
untuk mencapai tujuannya.
b. Menempatkan ulama sebagai matarantai pembawa
faham aswaja1 pada kedudukan kepemimpinan yang sangat
dominan.
NAHDLATUL ULAMA DAN KEHIDUPAN BERBANGSA
a. Dengan sadar mengambil posisi aktif,
menyatukan diri di dalam perjuangan nasional bangsa Indonesia.
b. Menjadi warga negara RI yang menjunjung
tinggi Pancasila/UUD 1945.
c. Memegang teguh ukhuwah dan tasamuh.
d. Mendidik untuk menjadi warga negara yang sadar akan
hak/kewajibannya.
e. Tidak terikat secara organisatoris dengan
organisasi politik atau organisasi kemasyarakatan manapun.
f. Warga NU adalah warga negara yang mempunyai hak-hak politik.
g. Warga NU menggunakan hak politiknya secara bertanggung jawab,
menumbuhkan sikap demokratis, konstitusional, taat hukum dan mengembangkan
mekanisme musyawarah.
KHATIMAH
a. Khittah NU merupakan landasan dan
patokan-patokan dasar.
b. Dengan seizin Allah keberhasilan perwujudan
Khittah ini tergantung kepada kegiatan para pemimpin dan warga NU.
c. Jamiyah NU akan mencapai cita-citanya dengan
melaksanakan Khittah ini.
Dari apa
yang dirumuskan, bisa dikatakan bahwa Khittah Nahdlatul Ulama itu secara garis
besar mengandung beberapa hal penting;
1. Pembangunan masyarakat dalam bingkai Islam
dan memposisikan Islam sebagai rahmah li al-‘âlamîn, yaitu agama
yang dapat menjanjikan sebuah tatanan hidup damai dan sejahtera.
2. Penempatan masyarakat NU sebagai bagian dari
masyarakat yang pluralistik. Dalam hal ini, NU mengutamakan penanaman
nilai-nilai Islam sebagai bagian dari upaya pembangunan bangsa yang demokratis
dengan mengikuti prinsip-prinsipnya yang berlaku.
3. Perujukan kepada mazhab empat (Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali) dalam pengamalan syariat Islam, dan mengacu kepada
pemikiran Abu Hasan al-Asyari dan Abu Mansur al-Maturidi dalam pemahaman
teologi, serta mengacu pada al-Ghazali dan al-Junaidi dalam praktek tashawwuf.
4. Dominasi ulama NU, baik dalam kebijakan
maupun keputusan organisasi. Dalam struktur NU pola ini diimplementasikan dalam
dominasi pengurus Syuriah atas Tanfidziyah.
5. Pelaksanaan program NU sebagai organisasi dîniyyah
ijtimâ’iyyah (sosial dan keagamaan), yang meliputi dakwah, pendidikan dan
perekonomian.
6. Penyesuaian diri dengan perubahan dalam
masyarakat dan mendorong perubahan itu sendiri.
7. Tidak terikat dengan satu partai politik
manapun.
8. Ikut melakukan pendidikan politik
dalam masyarakat dan mendorong demokratisasi (musyawarah).
Fikrah Nahdliyah
KEPUTUSAN MUSYAWARAH NASIONAL ULAMA
NOMOR: 02/Munas/VII/2006
BAHTSUL MASAIL MAUDLU’IYYAH
FIKRAH NAHDLIYAH
A. Mukaddimah
Pembentukan Jam’iyah Nahdlatul
Ulama dilatarbelakangai oleh dua faktor dominan;
pertama, adanya kekhawatiran dari sebagian umat Islam yang berbasis
pesanten terhadap gerakan kaum modernis yang meminggirkan mereka. Kedua,
sebagai respons ulama-ulama berbasis pesantren terhadap pertarungan ideologis
yang terjadi di dunia Islam pasca penghapusan kekhilafahan Turki, munculnya
gagasan Pan- Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin Al Afghani dan gerakan
kaum Wahabi di Hijaz. Gerakan kaum reformis yang mengusung isu-isu pembaruan
dan purifikasi
membuat ulama-ulama yang berbasis
pesantren melakukan konsolidasi untuk melindungi dan memelihara nilai-nilai
tradisonal yang telah menjadi karakteristik kehidupan mereka.
Gerakan ulama yang berbasis pesantren
semakin kental dan nyata terlihat mulai terbentuknya organisasi pendidikan dan
dakwah, seperti Nahdlatul Wathan dan Tashwirul Afkar. Puncaknya
adalah munculnya Komite Hijaz. Kemudian pada tanggal 31 Januari 1926 M
(16 Rajab 1344 H.) para ulama yang berbasis pesantren memutuskan untuk
membentuk organisasi kemasyarakatan Islam ‘ala Ahlussunnah wal Jama’ah
yang bernama Nahdlotoel Oelama’ yang
bertujuan untuk mengimbangi gerakan kaum reformis yang seringkali tidak
meperhatikan tradisi-tradisi yang sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat.
Perjalanan waktu membawa Nahdlatul Ulama
berinteraksi dengan organisasiorganiasai lain yang memiliki karakter dan cara
berpikir berbeda. Akibatnya, warga NU sendiri banyak yang kehilangan identitas
ke-NU-annya. Banyak orang yang secara formal masih mengatasnamakan warga
Nahdliyyin, tetapi cara berpikirnya tidak lagi mencerminkan karakteristik
Nahdlatul ‘Ulama. Hal ini salah satunya disebabkan oleh
belum adanya ‘fikrah nahdyiyah’ yang
seharusnya menjadi landasan bagi setiap nahdliyyin di dalam bersikap dan bertindak.
Oleh karena itu, untuk menjaga nilai-nilai
historis dan tetap meneguhkan Nahdlatul Ulama pada garis-garis perjuangannya (khiththah)
serta menjaga konsistensi warga nahdliyiin berada pada koridor yang telah
ditetapkan, Nahdlatul Ulama perlu membuat ‘fikrah nahdliyah’.
B. Definisi,
Nahdlatul ‘Ulama memiliki metode berpikir sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan Fikrah Nahdliyah adalah kerangka berpikir
yang didasarkan pada ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah yang dijadikan landasan
berpikir Nahdlatul Ulama (khiththah nahdliyah) untuk menentukan arah
perjuangan dalam rangka islah alummah (perbaikan umat).
C. Manhaj Fikrah Nahdliyah (Metode berpikir ke-NU-an)
Dalam merespon persoalan, baik yang berkenaan dengan persaoalan
keagamaan maupun kemasyarakatan, Nahdlatul Ulama memiliki manhaj Ahli
sunnah wal Jama’ah sebagai berikut:
1. Dalam bidang Aqidah/teologi, Nahdlatul Ulama mengikuti manhaj
dan pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.
2. Dalam Bidang Fiqih/Hukum Islam, Nahdlatul Ulama bermazhab
secara qauli dan manhaji kepada salah satu Al-Madzahib
Al-‘Arba’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali)
3. Dalam bidang
Tasawuf, Nahdlatul Ulama mengikuti Imam al Junaid al Baghdadi (w.297H.) dan Abu
Hamid al Ghazali (450-505 H./1058-1111 M.).
D. Khashaish (Ciri-ciri)
Fikrah Nahdliyah
1. Fikrah
tawassuthiyyah (pola pikir moderat), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
bersikap tawazun (seimbang) dan i’tidal (moderat) dalam menyikapi
berbagai persoalan. Nahdlatul Ulama tidak tafrith atau ifrath.
2. Fikrah
tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup
berdampingan secara damai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara pikir, dan
budayanya berbeda.
3. Fikrah
Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa
al-ashlah).
4. Fikrah
Tathowwuriyah (pola pikir dinamis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
5. Fikrah
Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa
menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah
ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar